[RESENSI FILM] A Copy of My Mind: Realita Cinta dan (Jakarta yang) Rock N Roll

Wayan Diananto | 12 Februari 2016 | 16:44 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - A Copy of My Mind mempersembahkan cinta sederhana yang pernah dialami setiap orang di muka bumi ini.

Sederhana dalam bentuk, kaya rasa. Hal lain yang dimilikinya, keprihatinan dan pembalasan dari kalangan jelata. Dan, keterampilan menempatkan saya sebagai penonton menjadi bagian dari cerita melalui suara, suasana, dan karakter yang entah mengapa, kita merasa ikut memilikinya. Inilah film gaya baru dari Joko Anwar, yang selama ini kita kenal.

Joko Anwar mengenalkan “kawan” barunya, Sari (Tara), pekerja Salon Yelo yang cat temboknya warna hijau. Baru dua tahun ia tinggal di Jakarta. Hobinya menonton film.

Tapi, penghasilan sebagai pekerja salon kurang mencukupi kegemarannya itu. Sari sering berburu DVD bajakan. Suatu hari, ia komplain dengan penjual DVD (Tony) karena subtitle-nya ngaco. Penjual DVD kemudian mempertemukan Sari dengan Alek (Chicco), si tukang translate dengan kemampuan pas-pasan.

Sari minta ganti rugi. Penjual DVD menolak. Nekat, Sari mencuri DVD sembari pamit pulang. Alek yang memergoki aksi Sari membuntutinya. Perkenalan terjadi. Mereka jatuh hati. Kepada Alek, Sari mengungkapkan cita-cita ingin membeli home theater.

Beberapa hari kemudian, ia pindah kerja ke salon elit milik Bandi (Paul). Setelah beberapa minggu, ia ditugasi melakukan facial ke klien istimewa.

Nama klien itu, Mirna (Maera). Ia di penjara. Usai menjalani perawatan, Mirna membersihkan diri di kamar. Saat itulah, Sari mengambil satu dari sekian banyak koleksi DVD Mirna. Tidak disangka, DVD itu berisi percakapan Mirna dengan beberapa pejabat penting di negeri ini. Sejak itu, hidup Sari berbayang rasa was-was. Ia tidak berani balik ke kos.

A Copy adalah drama sehari-hari. Semua karakter di dalamnya, seolah tidak akting. Sensasinya, seperti menyaksikan Sari dan Alek dalam sesi dokumentasi.

Sari bercakap dengan kawan-kawannya di salon seolah tidak ada kamera yang menguntit. Lalu, ia bergunjing dengan penghuni kos lain, sambil mengantre di kos 100 kamar dengan jumlah kamar mandi sepersepuluhnya.

Alek pun demikian. Ia membuat subtitle semampunya. Yang penting, sehari bisa menyelesaikan target. Diantar tepat waktu, dapat uang, hati senang. Dan seterusnya. Mau tak mau, kita dibawa masuk ke dalam Jakarta versi Alek-Sari.Panas. Gerah. Sumpek. Susah. Seolah gitu-gitu aja.

Tapi inilah Jakarta yang sebenarnya. Kadang gitu-gitu aja. Kadang berubah sampai kita terkaget-kaget kok bisa berubah begitu? Emangnya kemarin-kemarin itu kita melewatkan apa?

Alek dan Sari, dua karakter yang ditegakkan Joko Anwar dengan gaya intim. Tanpa chemistry yang menggebu-gebu di awal.

Gaya bertutur Joko Anwar membuat kita tahu seperti apa rasanya menjadi keduanya. Cinta mereka terasa kurang solid di awal. Satu dua persamaan mendekatkan. Dua tiga sudut pandang merekatkan. Dua tiga hari yang terlewat sungguh melenakan.

Kamar kos. Metromini. Macet. Warteg. Salon ecek-ecek. Dan beberapa view lain. Entah kenapa membuat kita sadar, kemewahan Jakarta terasa mengawang-awang.

Sementara A Copy menyuguhkan kenyataan. Suara dangdutan. Lagu mandarin. Hiruk pikuk pasar. Ibu kos yang berisik mengumumkan renovasi dua minggu. Budhe yang saban hari “menyembah” televisi. Dan masih banyak lagi.

Sampai di sini kita tahu, A Copy memotret dari sudut pandang yang paling realistis. Serealistis Alek dan Sari. Tara menjadi Sari apa adanya. Sari memang selalu apa adanya.

Belum pernah rasanya, kami melihat Tara Basro senatural ini. Apa yang ia rasa harus dilakukan, ia lakukan. Apa yang ia inginkan, ia jalani begitu saja. Rasa bersalah? Ada waktunya sendiri. Nanti. Sari magnet pemikat hati. Terkadang, ia malu. Kadang liar. Jika sudah bertemu dengan yang ia mau, tampak intim menggoda.

Chicco Jerikko memberi penampilan yang tidak biasa. Sedikit cuek, namun untuk kasus-kasus tertentu dalam hidupnya, Alek “dibuat” Chicco menjadi pribadi yang hangat dan penuh perhatian. Meski Alek sendiri kekurangan. A Copy, seumpama pasukan dengan peranti senjata mematikan.

Dua tombak bernama aktor dan aktris utama. Satu bedil berupa naskah yang solid. Kaptennya, sutradara) menyiapkan strategi matang. Pasukan ini terdiri kereta-kereta berkuda. Derap langkahnya, menghasilkan bunyi-bunyi yang membuat kita takjub.

Joko Anwar biasanya punya cerita yang menjadikan filmnya sebagai suguhan untuk diperbincangkan. Kali ini, A Copy membuat penonton termasuk saya berkaca pada kenyataan.

Sebagian adegannya terasa seperti tamparan. Bayangkan, seseorang telah tahu. Tapi, kondisi membuatnya menjadi pribadi dengan sangat sedikit daya. Sementara orang-orang di sekitar kita tidak tahu. Dan sesaat lagi membuat pilihan yang sebagian besar hampir dapat dipastikan keliru. A Copy, langkah maju dari sineas yang memang memiliki pola pikir maju. Masalahnya, apakah Anda mau dan siap diajak maju?

 

Pemain    : Tara Basro, Chicco Jerikho, Maera Panigoro, Paul Agusta, Ario Bayu, Tony Setiaji
Produser    : Tia Hasibuan, Uwie Balfas
Sutradara    : Joko Anwar
Penulis    : Joko Anwar
Produksi    : CJ Entertainment, Lo-Fi Flicks
Durasi    : 118 menit

 

(wyn/gur)

 

 

Penulis : Wayan Diananto
Editor : Wayan Diananto