Dua Cara Polri Menangani Banjir Hoaks

TEMPO | 22 Maret 2019 | 16:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Dalam menangani penyebaran berita bohong atau hoaks, Polri menyebut ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Di antaranya membidik penyebar hoaks dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme. "Pada pasal 1 huruf 1 UU Nomor 5 Tahun 2018 ada unsur ancaman kekerasan atau menimbulkan suasana teror dan rasa takut secara luas," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat, 22 Maret 2019.

Dalam melakukan tindakan ini penyidik akan terlebih dulu menggali latar belakang pelaku dan mens rea atau niat dari perbuatannya. Jika pelaku merupakan bagian dari jaringan teroris, polisi bisa menjeratnya menggunakan UU Terorisme. Jika mens rea (niat jahat) sengaja membuat cemas, untuk menimbulkan rasa takut, dan tentu intimidasi psikologis, tak menutup kemungkinan bisa ditindak dengan Pasal 6 UU 5 Tahun 2018.

"Tentu jika pelaku memiliki atau masuk dalam jaringan terorisme. Itu perlu pendalaman dan memeriksa saksi ahli untuk menguatkan konstruksi hukumnya," kata Dedi.

Pelaku penyebar hoaks bisa juga dikenai pasal 43A UU 5 tahun 2018 sehubungan dengan upaya pencegahan untuk memitigasi berita narasi, foto, atau video yang sengaja diviralkan kelompok tertentu. Polisi akan menggunakan perspektif penegakan hukum lain jika dalam proses pembuktiannya pelaku tidak terbukti terkait dengan jaringan terorisme.

Polisi akan menggunakan UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE atau UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jika pelaku bukan dari jaringan terorisme. "Jika pelaku adalah masyarakat biasa dan unsur mens reanya boleh dikatakan dalam tanda kutip baru pertama kali menyebarkan berita, narasi, foto, video yang sifatnya hoaks, maka diterapkan UU ITE Pasal 27 Pasal 45," kata Dedi. "Jadi proses penegakan hukumnya sangat tergantung dari hasil analisa dan secara komprehensif dilakukan oleh penyidik berdasarkan fakta hukum," kata Dedi melanjutkan.

Penerapan UU Terorisme, Dedi menuturkan, bisa diterapkan kepada kasus penyebaran hoaks apabila pelaku terkait dalam jaringan teroris. "Kalau bukan jaringan terorisme tidak dikenakan UU Terorisme. Secara spesifik seperti itu, tapi tergantung konstruksi dan fakta hukum," kata dia.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait