Fakta Seputar 3 Kelompok Perusuh saat Aksi 22 Mei

TEMPO | 28 Mei 2019 | 09:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Polisi mengidentifikasi tiga kelompok penyusup yang membuat kerusuhan dalam Aksi 22 Mei. Mereka adalah kelompok preman, kelompok pembawa senjata api, dan kelompok berideologi ekstrem yang berniat melakukan "jihad" melawan aparat.

Berikut fakta-fakta soal tiga kelompok perusuh itu:

1. Kelompok Berideologi Ekstrem

Kelompok pertama yang disinyalir menjadi biang kerusuhan dalam Rusuh 22 Mei adalah kelompok Gerakan Reformis Islam (Garis), yang terafiliasi dengan jaringan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan terungkapnya kelompok GARIS ini didasari pengakuan dua orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka. Dari keterangan mereka diperoleh informasi kelompok ini berniat berjihad pada aksi unjuk rasa 21-22 Mei. "Kami menemukan bukti-bukti yang sangat kuat," ujar Iqbal di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2019. Keduanya saat ini ditahan di Polda Metro Jaya.

2. Kelompok Pembawa Senjata

Kelompok kedua ini disebut bertugas memancing kerusuhan. Caranya dengan menciptakan martir sehingga memicu kemarahan publik kepada aparat keamanan.

“Ini terus kami dalami. Kami akan terus mengejar sesuai strategi penyelidikan," kata Iqbal. Kedua kelompok ini, kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal, Kamis lalu. Iqbal menyebut kedua kelompok ini tidak memiliki keterkaitan satu sama lain.

Baca juga: Ingin Bunuh 4 Tokoh, Begini Peran Kelompok Perusuh Aksi 22 Mei

3. Kelompok Preman

Iqbal menyebut kelompok perusuh yang baru diringkus, akan berpura-pura menjadi polisi ketika berbuat onar dalam aksi 22 Mei.

Kelompok yang terakhir dibekuk polisi ini beranggotakan enam orang. Mereka adalah HK, IR, TJ, AZ, AD, dan AF. Mereka diduga akan membunuh 4 tokoh nasional dan pemimpin lembaga survei di seputar aksi 22 Mei 2019

Enam orang ini ditengarai memiliki peran berbeda, ada yang bertugas mencari penjual senjata api hingga mencari martir untuk menjadi eksekutor yang mengincar empat pejabat negara dan satu pimpinan lembaga survei swasta.

"Para tersangka memiliki rompi anti peluru bertuliskan polisi. Untuk apa? Kelompok ini mencoba meminjam profesi kami dan melakukan kekerasan di lapangan," kata Iqbal di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat pada Senin, 27 Mei 2019.

Keenam anggota kelompok ini semua memiliki senjata api ilegal dan ditangkap dalam rentang waktu 21-24 Mei 2019. Tersangka pertama HK, berperan sebagai pemimpin yang mencari senjata api, sekaligus menjadi eksekutor. "Yang bersangkutan ada pada 21 Mei membawa satu pucuk senjata api revolver taurus cal 38," kata Iqbal.

HK menerima uang sebesar Rp 150 juta dari seseorang untuk melakukan aksinya. Ia ditangkap oleh polisi saat berada di lobi hotel Mega Cikini, Jakarta Pusat, pada 21 Mei sekitar pukul 13.00 WIB.

Tersangka kedua berinisial AZ, berperan sebagai pencari eksekutor sekaligus menjadi eksekutor. Ia ditangkap pada hari yang sama dengan penangkapan HK, di Terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Tersangka ketiga, yakni IR, berperan sebagai eksekutor dengan bayaran Rp 5 juta. IR ditangkap pada 21 Mei malam pukul 20.00 WIB di Pos Peruri, Kantor Security, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Kemudian, eksekutor berikutnya yang ditangkap berinisial TJ. Selain berperan sebagai eksekutor, TJ juga menguasai senjata api rakitan laras pendek kaliber 22 dan laras panjang kaliber 22. TJ menerima uang sebesar Rp 55 juta untuk melakukan aksinya. Ia ditangkap di Sentul, Bogor. Tersangka lain, AD berperan menjual tiga pucuk senjata api rakitan kepada HK. Ia mendapatkan Rp 26 juta dari hasil penjualan senjata itu. Ia ditangkap pada 24 Mei 2019 di wilayah Swasembada, Jakarta Utara.

Tersangka berikutnya, seorang perempuan, AF, berperan sebagai pemilik dan penjual senjata api ilegal jenis revolver taurus kepada HK. Ia menerima uang sebesar Rp 50 juta dari hasil penjualan senjata api itu. Dia ditangkap pada hari Jumat 24 Mei 2019 di Bank BRI Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.

Aksi 22 Mei 2019 digelar di Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Aksi unjuk rasa damai yang digelar sejak 21 Mei itu berujung rusuh pada Rabu, 22 Mei dini hari hingga siang hari di beberapa titik Ibu Kota. Polisi sebelumnya juga menangkap sejumlah orang yang diduga perusuh dalam aksi tersebut.

Sejumlah aktivis hukum mendesak pemerintah segera membentuk tim untuk melakukan investigasi menyeluruh guna memperjelas penyebab kerusuhan 21-22 Mei dan pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan yang terjadi.

Ada banyak hal yang dinilai harus diklarifikasi: dari soal asal peluru tajam, siapa yang mendatangkan dan membayar massa bayaran, isu adanya instruksi Partai Gerindra terkait dengan mobil ambulans dari Tasikmalaya yang berisi batu, hingga pelanggaran prosedur operasi standar oleh aparat kepolisian dalam menangani kerusuhan dalam Aksi 22 Mei.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait