Mengenang Arswendo Atmowiloto: HAI, Monitor, dan Keluarga Cemara

Binsar Hutapea | 19 Juli 2019 | 18:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Satrawan dan wartawan senior Arswendo Atmowiloto meninggal dunia pada hari ini, Jumat (19/7), pukul 17.50 WIB. Ia tutup usia di kediamannya di Komplek Kompas, Petukangan, Jakarta.

Adapun penyebab meninggalnya Arswendo Amtmowiloto karena penyakit prostat yang dideritanya. Sebelum wafat, Arswendo Atmowiloto sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta. 

Arswendo Atmowiloto lahir di Solo, 26 November 1948. Semasa hidupnya ia pernah menjadi wartawan di berbagai majalah dan koran, seperti Kompas, HAI, dan Monitor. Ia juga pernah menjadi konsultan di grup penerbitan Tabloid Bintang Indonesia, juga mendirikan grup penerbitan sendiri dengan melahirkan beberapa tabloid dan majalah.

Tak hanya itu, Arswendo pun pernah mendirikan PH yang memproduksi sinetron, film dan tayangan infotainment. Sinetron serial Keluarga Cemara dan Satu Kakak Tujuh Keponakan hanya dua dari banyak karya Arswendo Atmowiloto yang meraih sukses besar.

Sebagai wartawan, Arswendo Atmowiloto meraih kesuksesan gemilang ketika menjadi pemimpin redaksi majalah HAI. Lewat majalah HAI Arswendo Atmowiloto tak hanya berhasil memberikan bacaan menarik bagi para remaja pada zamannya, tapi juga sekaligus berperan sebagai mentor bagi banyak penulis pemula yang tengah merintis karier. Banyak penulis muda yang berhasil meraih sukses berkat peran Arswendo Atmowiloto.



Gebrakan besar dibuat Arswendo Atmowiloto ketika diberi kepercayaan mengelola tabloid Monitor. Media cetak dalam format tabloid ketika itu, akhir tahun 80-an, masih begitu familier di sini. Tapi Arswendo Atmowiloto tak sekadar menawarkan format fisik yang berbeda lewat Monitor, melainkan juga gaya jurnalisme yang baru. Hasilnya, Monitor menjadi tabloid beroplah terbesar masa itu bahkan mungkin sepanjang sejarah. Rasanya belum pernah ada tabloid yang beroplah sebesar Monitor, di atas 700 ribu eksemplar setiap edisinya.

Tapi karena angket yang dibuat Monitor, Arswendo Atmowiloto sebagai Pemimpin Redaksi harus bertanggung jawab. Arswendo Atmowiloto harus mendekam di penjara. Tabloid Monitor pun ditutup.

Penjara tak membuat kreativitas Arswendo Atmowiloto pudar. Justru selama di penjara Arswendo produktif menulis dan melakukan kontemplasi, yang membuatnya kembali berkibar setelah bebas dari penjara, baik sebagai wartawan juga sastrawan.

(bin)

Penulis : Binsar Hutapea
Editor: Binsar Hutapea
Berita Terkait