Arswendo Atmowiloto: Dari Jurnalisme Sensasional ke Jurnalisme Kasih Sayang

Suyanto Soemohardjo | 22 Juli 2019 | 13:45 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Tabloid Monitor yang tercatat sebagai tabloid dengan oplah terbesar sepanjang sejarah, identik dengan sosok Arswendo Atmowiloto. Arswendo-lah yang membidani sekaligus jadi pemimpin redaksi tabloid yang terbit tahun 1987 dan ditutup pada 1990 ini. Monitor, dengan oplahnya yang sangat besar, tak hanya mendatangkan pujian dan sanjungan pada Arswendo Atmowiloto, tapi juga kritik.

Bagi pengritiknya, tabloid Monitor dan Arswendo Atmowiloto dianggap memopulerkan jurnalisme sensasional dengan foto-foto vulgar. Bahkan ada yang mengkritik gaya Monitor kampungan. Arswendo menanggapi kritik dengan santai. Monitor dikritik kampungan, Arwendo menjawab: "Iya memang kampungan," katanya, dan lalu tertawa.

Kritik tak hanya datang dari pihak eksternal, tapi juga internal. Arswendo Atmowioto pernah bercerita bahwa konsep Monitor, baik format fisik muapun pendekatan jurnalisme pernah dikritik bahkan ditentang. Tapi Arswendo berkeras dengan keyakinannya. Sejarah kemudian mencatat Monitor menjadi media cetak dengan pertumbuhan (oplah dan iklan) paling pesat dibanding semua media cetak lain. Saat merayakan ulang tahun pertama, Monitor sudah menjadi tabloid sukses dengan oplah terbesar. Jakob Oetama, pendiri Kompas, saat berpidato di ultah pertama Monitor bahkan menyebut kesuksesan Monitor itu tidak biasa. Memakai ibarat bibit, Jakob Oetama yang mengaku tak percaya sukses instan, begitu ditanam Monitor langsung berbuah.

Tabloid Monitor dengan jurnalisme sensasional dan foto sensual nyaris identik dengan sosok Arswendo Atmowiloto. Tapi tabloid Monitor yang sudah beranak pinak menjadi Monitor Minggu dan Monitor Anak, tak berumur panjang. Gara-gara angket yang dibuat, Monitor didemo lalu ditutup, dan Arswendo Atmowiloto sebagai pemimpin redaksi dipenjara.

Tapi penjara tak membuat Arswendo Atmowiloto kehilangan produktivitas dan ketajaman. Justru selama mendekam di penjara Arswendo mendapatkan banyak pemikiran juga gagasan baru. Tak lama setelah bebas dari penjara Arswendo Atmowiloto menerbitkan buku Menghitung Hari yang luar biasa sukses. Buku yang berisi cerita kehidupan di penjara, yang ditulis dengan ringan dan jenaka, kemudian juga diangkat menjadi serial sinetron dengan pemeran Sandy Nayoan.

Novel Sudesi (Sukses dengan Satu Istri) yang diterbitkan tak lama kemudian juga menandai pergulatan baru Arswendo Atmowiloto sebagai seorang penulis. Arswendo yang sangat memercayai arti penting keluarga, seperti tercermin dalam serial Keluarga Cemara juga karyanya yang lain, seperti mendapatkan pencerahan tambahan tentang makna keluarga selama berada di penjara. Novel karya-karya Arswendo atmowiloto semakin tajam dan bernas setelah dia bebas dari penjara.

Sebagai wartawan, setelah bebas dari penjara, Arswendo Atmowiloto datang dengan membawa gagasan baru. Saat diminta menjadi konsultan tabloid Bintang Indonesia, alih-alih meneruskan gaya Monitor yang seksi dan sensasional, Arswendo menawarkan jurus baru, yang kemudian diberi istilah Jurnalisme kasih sayang. Istilah Jurnalisme kasih sayang dipakai untuk merumuskan pendekatan dalam menulis artikel dan memotret, yang lebih ramah pada keluarga, tidak menghakimi, tidak menggunakan kata-kata vulgar, sinis apalagi sarkas. Foto-foto seksi dengan judul kalimat bombastis ala tabloid Monitor lenyap dari halaman cover tabloi Bintang Indonesia. Diganti dengan foto dan judul yang lebih menentramkan. Tabloid Bintang bisa disebut sebagai pelopor tabloid yang menempatkan kabar artis melahirkan di halaman cover. 

Pendekatan baru Arswendo Atmowiloto dengan jurnalisme kasih sayang ini direspon positif pembaca. Ini terbukti lewat penerimaan pasar yang berimbas pada eksistensi tabloid Bintang Indonesia.

Tak hanya lewat media cetak. Penghormatan pada nilai-nilai keluarga juga tercermin pada karya-karya fiksi Arswendo Atmowiloto, baik novel, film atau sinetron. Sosok Arswendo Atmowiloto pun seakan bermetamorfosis, dari jurnalisme sensasionl ke jurnalisme kasih sayang. 

Arswendo Atmowiloto, sastrawan dan wartawan brilian itu kini telah berpulang, berisitirahat dalam damai. Arswendo Atmowiloto meninggalkan seorang istri, Agnes Sri Hartini, tiga anak: Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara, dan 6 cucu. 

Sebagai wartawan dan sastrawan Arswendo Atmowiloto meninggalkan banyak karya, dan juga sahabat, yang akan membuatnya namanya terus dikenang. 

Penulis : Suyanto Soemohardjo
Editor: Suyanto Soemohardjo
Berita Terkait