Hari Ini 25 Tahun Lalu, Nike Ardilla dalam Kenangan

Binsar Hutapea | 19 Maret 2020 | 13:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - 25 tahun lalu, 19 Maret 1995, sekitar pukul. 06.00 WIB, telepon rumah kediaman pasangan R. Eddy Kusnaedi-Nining Ningsihrat berdering. Di ujung telepon, seseorang yang mengaku petugas kepolisian memberi sebuah kabar.

"Anak ibu, Nike Ardilla, mengalami kecelakaan. Sekarang, ia berada di Rumah Sakit," kata si polisi.

Karena, sering mendapat telepon model seperti itu, awalnya ibunda Nike Ardilla, Nining tak menggubrisnya. Ia malah balik bertanya, "Kamu siapa? Punya nomer telepon nggak?" Lalu suara di seberang mulai menyebutkan beberapa nomer.

Namun entah kenapa, Nining lalu tak sadarkan diri. Pandangannya berangsur-angsur gelap. Ia jatuh pingsan.

Kabar itu ternyata bukan isapan jempol. Belakangan, informasi Nike mendapat kecelakaan makin kencang.

"Kami diberi tahu Paman, kalau mobilnya Nike tabrakan di Jalan Riau. Cuma persisnya, dengan siapa dia di mobil itu, kami nggak tahu," papar Alan Yudi, kakak almarhumah Nike.

Lalu, kata Alan, ia, kakak dan ayahnya berinisiatif mencari kebenaran kabar itu. "Kami lalu membagi tugas. Saya kebagian menyusuri Bandung Tengah, papi ke Bandung Timur dan kakak mencari ke Bandung Barat," kenang Alan lagi.

Namun sampai di Jalan Riau, Alan kebingungan. Tak sedikit pun di jalan itu ada bekas kecelakaan.

"Ya, minimal ada bekas pecahan kaca, tapi ini nggak ada sama sekali," papar Alan lagi.

Pencarian kemudian dilakukan ke Polsek terdekat dan Polwiltabes Bandung. Tapi pencarian Alan nihil. Pencarian kemudian beralih ke Rumah Sakit. Rumah sakit yang disambanginya RS Baromeus, RS Hasan Sadikin dan RS Advent.

"Namanya tabrakan, pasti dirawat ke UGD. Tapi saya cari di UGD di Rumah Sakit itu nggak ada," ceritanya lagi.

Alan kemudian memutuskan balik lagi ke Jalan Riau. Persis di sebuah telepon umum di jalan itu, Alan berhenti. Belakangan, Alan tahu di telepon umum itulah adiknya kecelakaan.

Alan lalu menelepon ke rumah. "Orang rumah dapat kabar kalau mobil Nike berada di  Polres Bandung Tengah. Saya langsung datang ke sana," ceritanya lagi.

Alan tak bisa menahan kaget ketika mendapati mobil adiknya sudah rusak berat. Pada seorang polisi, Alan menanyakan di mana adiknya berada.

"Kata polisi, Nike ada di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Saya bilang, saya barusan dari sana, tapi nggak ada. Akhirnya dengan berat hati ia mengatakan bahwa Nike sudah meninggal. Karena itu ia tidak dibawa ke UGD. Mendengar itu saya langsung lemas," papar Alan dengan mata berkaca-kaca.

Keluar dari Polres, Alan bertemu dengan ayahnya dan kakaknya. Ia dan papi-nya lalu menuju RS Hasan Sadikin. Sampai di kamar mayat, mereka terkejut dengan banyaknya orang yang mengerubungi kamar mayat. Nining yang semula pingsan, lalu tersadar ketika berada di rumah sakit.

"Di hadapan saya ia terbaring dengan kepala penuh luka dan dada memar," kenang Nining lirih.

Kabar kematian Nike kemudian meluas. Banyak fans yang menyampaikan rasa duka dengan datang langsung ke rumah Nike.

"Ketika jenazah Nike dibawa pulang, sepanjang jalan ke rumah saya melihat banyak orang, mereka seperti berbaris," kenang Alan lagi.

Rumah keluarga Nike juga dipadati penggemar.

"Bayangkan, rumah yang sebegitu kecil dihuni sekitar 200-orang. Mereka bukan keluarga. Mereka itu penggemarnya Nike. Akibatnya rumah jadi sesak," lontarnya lagi.

Oleh keluarga Nike dikebumikan di Ciamis.

"Itu maunya Papi. Dia mau, kalau ada anggota keluarga meninggal semua dikebumikan di Ciamis," pungkas Alan.

Dari Bandung jenazah Nike kemudian dibawa ke Ciamis. Banyak penggemar Nike yang mengantarkannya sampai ke tempat peristirahatan terakhir.

"Wah di pemakaman jumlahnya malah lebih banyak lagi," tandas Alan yang mengaku terharu dengan sambutan fans adiknya.

Beda dengan Alan, Nining malah tak tahu persis bagaimana situasi pemakamannya.

"Maklum waktu itu saya tengah sedih banget Nike meninggal. Jadi nggak sempat memerhatikan apapun," sahutnya.

Soal kabar kecelakaan yang menimpa Nike lantaran menyetir dalam kondisi mabuk, Alan tak mempermasalahkan itu.

"Bagaimana orang tidak berpersepsi negatif? Sebelum kecelakaan itu terjadi Nike bolak balik masuk diskotek," ujar Alan.

Makanya untuk menepis dugaan itu, keluarga melakukan otopsi. Hasilnya, Nike tak terbukti dalam pengaruh obat-obatan atau minuman keras.

Tapi lantaran sibuk mengurus pemakaman Nike, surat otopsi itu tercecer entah ke mana. Bukan cuma surat otopsi, sampai sekarang surat kematian Nike pun tak diketahui juntrungannya. Akibatnya, ketika banyak orang meminta bukti sahih Nike tak memakai obat atau minuman keras, keluarga Nike tak punya bukti otentik.

"Kami pernah cek ke bar yang dikunjungi Nike. Dari bill diketahui Nike tak pernah memesan minuman keras. Ia malah memesan es jeruk atau susu," kata Alan lagi.

Cerita Nining, tak ada firasat buruk sebelum anaknya meninggal. Cuma sehari sebelum meninggal, anaknya itu sempat meminta maaf padanya ketika hendak bepergian.

"Neng (panggilan akrab Nike) sempat meminta maaf pada saya. Dia minta maaf karena selama ini bohong sama saya. Misalnya, bilang mau syuting, padahal main. Bilang mau pemotretan, padahal jalan-jalan. Saya waktu itu sempat menimpali. Bagimana mau masuk surga, kalau Neng banyak dosa sama mamih? Kala itu dia sempat pula bilang tak akan keluar malam lagi. Dia bilang, ini acara keluar malamnya yang terakhir," guman  Nining.

Ditinggal putri kesayangannya, Nining kerap merasa Nike masih ada. "Setiap mendengar mobil datang, saya selalu terbangun dan menyangka Nike pulang," jelas Nining lagi.

Artikel ini semula dimuat di BINTANG INDONESIA, No.778, Th-XVI, Minggu Ketiga Maret 2006.

 

Penulis : Binsar Hutapea
Editor: Binsar Hutapea
Berita Terkait