Tarif Tol Trans Jawa Mencapai 1,5 Juta Rupiah, YLKI Nilai Terlalu Mahal

TEMPO | 8 Februari 2019 | 08:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Tarif tol Trans Jawa yang mencapai 1,5 juta rupiah mengundang reaksi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua pengurus hariannya, Tulus Abadi, mengatakan tarif tol Trans Jawa masih terbilang mahal, baik oleh kedaraan pribadi maupun angkutan lainnya, termasuk truk. Akibatnya, volume kepadatan lalu lintas di jalan tol Trans Jawa masih sepi dan lengang, seperti bukan jalan tol, terutama selepas ruas Pejagan. 

"Oleh karena itu, usulan agar tarif tol Trans Jawa dievaluasi atau diturunkan, menjadi hal yang rasional. Masih sepinya jalan tol Trans Jawa, jelas dipicu oleh tarif tol yang mahal," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Februari 2019.

Hal itu Tulus sampaikan usai PT Jasa Marga melakukan kegiatan Susur Tol Trans Jawa, dari Jakarta sampai Surabaya. Tim yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut, adalah YLKI, MTI, akademisi, BPJT, pemerhati kebijakan publik, dan Kemenhub.

Tulus menilai Tol Trans Jawa juga terancam gagal menjadi instrumen untuk menurunkan biaya logistik, dikarenakan mayoritas angkutan truk tidak mau masuk ke dalam jalan tol. Tulus mengatakan, menurut keterangan Ketua Aptrindo, Gemilang Tarigan, yang tergabung dalam tim susur ini, menyatakan bahwa sopir tidak dibekali biaya untuk masuk tol. Kecuali untuk tol Cikampek.

Truk akan masuk tol Trans Jawa, kata dia, jika biaya tol ditanggung oleh penerima barang. Menurutnya, terlalu mahal bagi pengusaha truk untuk menanggung tarif tol Trans Jawa yang mencapai 1,5 juta rupiah. 

Tulus mengatakan, harga makanan dan minuman di rest area juga dirasa masih mahal. "Oleh karena itu, pengelola tol diminta untuk menurunkan biaya sewa lahan bagi para tenan. Sebab patut diduga, mahalnya makanan atau minuman karena dipicu oleh mahalnya sewa lahan bagi para tenan," kata Tulus.

Tulus juga meminta agar para tenan mencantumkan daftar harga makanan atau minuman, dan barang lain yang dijual. Di sepanjang jalan tol, kata dia, juga belum terpasang rambu-rambu yang memberikan warning terhadap aspek safety.

"Seperti peringatan untuk hati-hati, waspada, jangan ngantuk, marka getar dan lain lain, terutama di titik titik kritis. Ini sangat penting agar pengguna jalan tol tidak terlena karena jalan tol Trans Jawa yang lurus, dan jarak jauh," kata dia.

Menurut Tulus, managemen trafik di rest area favorit harus diperkuat. Karena sumber kemacetan baru justru potensi terjadi di rest area tersebut, khususnya di ruas Cikampek. Apalagi setelah Jasa Marga akan menggeser gate Cikarang Utama, ke titik km 70, di ujung tol Cikampek. Pergeseran loket pembayaran untuk melakukan rekayasa lalu lintas, sebab sudah tiga tahun terakhir ini mayoritas pengguna tol Cikampek adalah para commuter dari Bekasi, Cikarang dan sekitarnya yang jumlahnya mencapai 60 persen.

Tulus juga melihat titik kritis terhadap tangki bahan bakar adalah di ruas tol Palikanci. Oleh karena itu, kata dia, konsumen dihimbau untuk mengisi BBM kendarannya di rest area 207, karena setelah itu keberadaan SPBU masih jauh. "Jangan sampai kendaraan konsumen kehabisan BBM, apalagi nanti saat arus mudik Lebaran," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan eksistensi tol Trans Jawa akan banyak membangkitkan volume trafik ke kota-kota di Jawa Tengah, seperti Tegal, Pekalongan, Semarang, dan lain-lain. "Terbukti, saat liburan saat ini justru arus trafik lebih banyak ke arah timur atau Jawa Tengah, sekitar 40 persen. Arus trafik ke arah Bandung justru turun. Fenomena ini harus direspon oleh pemerintah masing-masing untuk mereview managemen trafik dan memperbaiki destinasi wisata setempat," kata Tulus.

Tulus juga mengusulkan agar pengelola tol Trans Jawa memperbanyak kapasitas toilet untuk perempuan, untuk menghindari antrian panjang, apalagi saat peak seassion, juga menyediakan portable toilet atau mobil toilet.

TEMPO.CO

Penulis : TEMPO
Editor: TEMPO
Berita Terkait