Keresahan Tenaga Medis saat Penambahan Pasien Covid-19 Terus Catat Rekor

Redaksi | 26 Januari 2021 | 17:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - “Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali”. Begitulah yang bisa saya lantunkan saat melihat pelonjakan jumlah pasien yang dirawat di RSDC Wisma Atlit per tanggal 5 Januari 2021-15 Januari 2021.

Hari ini malam Minggu, 24 Januari 2021, pukul 01.00. Saya menulis ini melalui komputer di Nurse Station bangsal dengan keadaan telah menyelesaikan seluruh “to-do list” operan jaga dari shift sebelumnya. Seluruh pasien yang memerlukan observasi dalam keadaan stabil malam ini. Satu orang dokter bertugas di 3 lantai di setiap jaga bangsal - bisa sampai 4-6 lantai, tergantung situasi lapangan -  dan malam ini, seluruh pasien sudah saya lakukan follow-up. Hari ini terkesan sungguh tenang dan santai. Saya akhirnya memiliki cukup energi untuk menulis pun adalah sebuah “keajaiban”… Malam 7-14 hari ke belakang saya justru jungkir balik. 
 
Lima hari setelah tahun baru, shift jaga siang di bangsal terasa luar biasa melelahkan. Pasien dengan desaturasi di bangsal semakin parah, namun ruang perawatan intensif penuh, dipenuhi dengan pasien-pasien dengan keadaan yang lebih buruk. Bangsal di rumah sakit kami tidak memiliki oksigen dinding, yang membuat kami harus setiap kali memastikan adanya stok oksigen tabung. Tetapi dengan keadaan pasien desaturasi parah yang memerlukan oksigen 15 liter per menit, dalam 1 shift jaga bangsal, kami dapat menghabiskan kira-kira 4 oksigen tabung untuk 1 pasien. IGD penuh dan penerimaan pasien-pasien baru dengan kondisi stabil disebarkan ke bangsal, sehingga kami pun dokter jaga di bangsal yang menerimanya. Chaos. Saya iseng-iseng mengecek jumlah pasien masuk hari itu dan ternyata benar, drastis.

Diimulai dari notifikasi “Update COVID-19, 6 Januari 2021: Tembus Rekor! Kasus Positif Bertambah 8,854”. Besoknya, rekor baru.. Besoknya lagi, rekor baru.. Bukannya prestasi dalam penanganan COVID-19, malah prestasi peningkatan kasus positif dan meninggal. Sebelum tahun baru, tower 6 dan 7 Wisma Atlit menampung sekiranya 1000an pasien. Lepas tahun baru, 2500 pasien hampir terlampaui. 

Jumlah pasien kian meningkat. Beban kerja para tenaga kesehatan meningkat. Sejawat saya mulai kelelahan, bahkan ada yang jatuh sakit. Jumlah pasien terus meningkat dengan jumlah tenaga kesehatan yang malah berkurang. Kami benar-benar jungkir balik 2 minggu itu.

Sebagai dokter kami sempatkan berbincang-bincang santai dengan pasien, sambil menanyakan keluhan dan riwayat penyakit. 

Seorang pasien datang ke poli bangsal dan bertemu saya dengan wajah khawatir, “Dok, teman saya bagaimana? Sudah 3 hari di IGD, dengan kondisi asma”. Mereka adalah teman sekantor yang menikmati liburan ke Labuan Bajo, dengan percaya diri karena hasil swab test negatif. Alhasil menikmati liburan dengan euforia dan lupa tidak berarti jika hasil swab test negatif akan negatif selamanya. Liburan akhirnya berakhir di Wisma Atlet dan menambah beban kami para tenaga medis yang sudah jungkir balik.

Masa inkubasi virus SARS-COV-2 secara teori WHO adalah 5-6 hari - bisa sampai 14 hari. Pasien tanpa gejala yang terinfeksi virus di hari pertama dan langsung dilakukan PCR swab test di hari yang sama, mungkin saja masih negatif. Namun 5 hari kemudian timbul gejala dan saat didapatkan hasil swab test “positif”, sangat mungkin dan sering kasusnya. 

Saya dan teman-teman tenaga kesehatan menyadari adanya kluster “liburan tahun baru” hanya dapat geleng-geleng kepala dan menghela napas sambil berkata, “Selamat datang kluster liburan”.

Cerita penambahan kasus Covid 19 ini bagi saya lebih heboh dari sinetron televisi. Menguras fisik dan emosi, karena saya tidak habis pikir mengamati pola pikir sebagian masyarakat. Pandemi belum usai, vaksinasi baru saja dimulai dan butuh waktu untuk mendapatkan kekebalan tubuh.

“Rekor baru hari ini! 14,224 kasus positif!”, kabar sebuah media berita online tanggal 16 Januari 2021 yang lalu. Di saat itu saya hanya dapat menghela napas… Ingin marah, ingin protes, rasanya tapi benar-benar lelah. 

Macam-macam pertanyaan seketika terbendung dalam otak. Apa kami tenaga medis sangat kurang mengedukasi? Kenapa sudah hampir satu tahun pandemi berlalu, masyarakat tetap bebal? Salah menyalahkan satu sama lain memang kodrat manusia, tapi nihil gunanya di keadaan ini. Apa yang kami tenaga medis temui di lapangan mana mungkin bohong. Yang kami butuhkan sekarang hanya KESADARAN MASYARAKAT. 

Hari ke hari kasus positif terus  bertambah. Di saat di beberapa negara lain sudah mulai melandai, grafik COVID-19 di Indonesia terus saja “naik-naik ke puncak gunung tinggi sekali”. Bahkan sudah tidak tampak seperti gunung di Indonesia lagi, Gunung Everest mungkin lebih cocok. 

Hanya berharap yang saya dan teman-teman tenaga medis lainnya mampu lakukan. Masyarakat agar tidak abai. Masyarakat agar tidak ceroboh. Berapa banyak lagi pasien yang menderita, berapa lama lagi kita harus terus begini. 

Kluster liburan nyata. Kluster keluarga nyata. Semua ini NYATA dan SERIUS.

Rumah Sakit Darurat - Wisma Atlet
dr. Nadhira Anindita Ralena, BMedSci

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait