Pelaksanaan Sholat Idul Fitri di Rumah Menurut Pendapat Berbagai Mazhab

Tubagus Guritno | 15 Mei 2020 | 05:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Sholat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19. Fatwa tersebut mulai dibahas sejak 6 Mei 2020, dan diterbitkan pada 13 Mei 2020.

Fatwa MUI tersebut juga mencantumkan tiga jenis ketentuan dalam pelaksanaan salat Idul Fitri di kawasan terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

Pertama, jika umat Islam berada di kawasan terdampak Covid-19 yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H, yang salah satunya ditandai dengan angka penularan menunjukkan kecenderungan menurun dan ada kebijakan pelonggaran aktifitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka salat Idul Fitri bisa dilaksanakan dengan cara berjamaah di lapangan, masjid, mushola, atau lainnya.

Kedua, jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas Covid-19, dan diyakini tidak terjadi penularan--seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena Covid-19, dan tidak ada keluar masuk orang--maka sholat Idul Fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di lapangan, masjid, mushola, atau lainnya.

Ketiga, sholat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga, atau secara sendiri (munfarid), terutama jika berada di kawasan penyebaran COVID-19 yang belum terkendali.

Dengan begitu, umat Islam yang khawatir dengan risiko penularan virus corona, diperbolehkan untuk melaksanakan salat Ied di rumah, baik berjamaah dengan keluarga atau sendirian.

Menurut K.H. Khotimi Bahri, S.Ag, MP, Ketua LBM PCNU dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Bogor, merujuk pada Kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd Jilid I hal.159 terbitan Maktabah Nur Asia, bahwa ada beberapa pendapat terkait pelaksanaan sholat Idul Fitri dari rumah (Ied From Home), yakni:

1. Melakukan sholat sendiri sebanyak 4 rakaat. Ini pendapat Imam Ahmad dan Ats-Tsauri

2. Sholat sebagaimana dilakukan Imam yaitu 2 rakaat, bertakbir dan bacaan iman jahr (dengan suara keras), dan tanpa khutbah. Ini pendapat Imam Syafi'ie dan Abu Tsaur. 

3. Tidak harus sholat ied. Ini pendapat Imam Malik (Mazhab Maliki)

Dalam kesempatan yang lain Madzhab Maliki menegaskan jika memang ingin melaksanakannya, maka lakukan seperti imam tanpa khutbah, jika tidak ya tidak apa-apa.

4. Cukup 2 rokaat tanpa takbir dan suara bacaan sir (tidak terdengar) 

5. Jika imam sholat di musholla maka laksanakan 2 rakaat, tapi jika di luar mushola maka sholatnya 4 rokaat.

Dalam uraian lain ditegaskan beberapa pendapat:

Imam al Muzani menukil pendapat Imam Syafi’i: “Dan yang melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di rumahnya adalah yang sendirian, musafir, hamba sahaya, dan wanita”. (Mukhtasar al-Um)

Al Khursyi (Maliki) berkata: “Disunnahkan bagi yang terlambat shalat ied bersama imam, hendaknya shalat, apakah berjama’ah atau sendiri-sendiri?, ada dua pendapat”. (Mukhtasar Syarh al Khursyi)

Ibnu Qudamah (Hambali) berkata: “Yang datang terlambat boleh memilih, jika dia mau maka silahkan shalat sendirian atau berjama’ah”. (Al-Mughni)

Jadi, barang siapa yang ketinggalan jama’ah shalat ied, dan ingin mengqadha’nya, maka hendaklah ia shalat tanpa diikuti khutbah setelahnya. Landasannya sabda Rasulullah SAW: Apabila kalian mendatangi shalat berjama’ah, maka berjalanlah dengan santai dan tenang, jika kalian mendapati jama’ah maka shalatlah, dan jika terlambat maka qadha’lah (gantilah)”.

Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwasanya jika ia terlambat shalat id bersama imam, maka dia mengumpulkan anggota keluarganya dan pembantunya, kemudian pembantunya Abdullah bin Abi ‘Utbah menjadi imam shalat dua raka’at dengan takbir pada keduanya.

Penulis : Tubagus Guritno
Editor: Tubagus Guritno
Berita Terkait