Wayang Yang Tersayang, Antara Halal dan Haram Dalam Islam

Oleh: K.H. Khotimi Bahri, S.Ag, M.P | 26 Februari 2022 | 20:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Wayang adalah hasil kreasi kecerdasan tingkat tinggi. Mengapa demikian?

A. Wayang merupakan budaya berbasis kearifan lokal. Dari tradisi wayang kehesifitas masyarakat terjaga. Nilai-nilai tepo-seliro, toto-kromo, andap ashor yang adiluhung, dan etika kemasyarakatan tegambarkan. Bukankah Rosul meminta kita untuk saling menguatkan sebagaimana satu bangunan yang kokoh.

B. Wayang juga menjadi media transformasi intelektualitas. Dalam peran-peran simbolik tokoh pewayangan, terdapat pembelajaran yang tidak hanya menguatkan intelegensia manusia. Tapi banyak pula petuah-petuah penuh hikmah yang bisa dipelajari. Bukankah belajar adalah perintah Rosul. Bukankah orang yang menimba ilmu diposisikan sebagai hamba 'fi sabilillah' dalam agama.

C. Wayang dengan hukum Islampun sama sekali tidak bertentangan. Kalaupun ada larangan membuat sesuatu yang utuh baik dari gambaran manusia maupun hewan yang sekiranya diberi ruh akan hidup, tapi larangan itu juga kontekstual. Untuk unsur pendidikan seperti dalam dunia kedokteran termasuk pengecualian menurut sebagian ulama. Alat mainan anak perempuan termasuk juga yang tidak diperdebatkan.

Yang dilarang jika, menggiring kepenyembahan serta kultus karena lemahnya iman dan akal budi atau 'seakan-akan' ingin menyaingi Tuhan.... waaalaaahh. Tidak mungkin lah gaeess..

Dan Faktanya:

1. Wayang bukan berbentuk hewan atau manusia, tapi punya bentuk sendiri...

2. Wayang bentuknyapun pipih bukan lonjong atau bulat berisi

3. Wayang golekpun tidak utuh dan ada bagian tubuh yang hilang, terutama dari paha kebawah.... hanya sarung yang menjadi alat pegagangan dalang...

So, wayang bisa menjadi media dakwah yang efektif karena asyik, kultural dan natural. Bukankah damwah penuh hikmah (bukan misuh-misuh, main salah-salahin) adalah perintah AQur'an...

Sooo... ayolah cerdas dikit. Jangan main antem kromo ya gaesss....

***

Tentang Penulis:

K.H. Khotimi Bahri, S.Ag, M.P
(Komisi Fatwa MUI Kota Bogor dan Syuriah PCNU Kota Bogor)

Penulis : Oleh: K.H. Khotimi Bahri, S.Ag, M.P
Editor: Oleh: K.H. Khotimi Bahri, S.Ag, M.P
Berita Terkait