6 alasan untuk Percaya Bahwa Pola Makan Bisa Membawa Perubahan Kelestarian Hayati

aura.co.id | 23 Mei 2020 | 16:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - 22 Mei adalah hari keanekaragaman hayati dunia. LSM perlindungan hewan di Indonesia mengajak masyarakat untuk menyadari hubungan antara kelestarian keanekaragaman hayati bumi dengan pola makan yang kita jalani. 

Lebih dari 60 persen populasi mamalia, burung, ikan, dan reptil telah lenyap, dalam rentang waktu 1970 sampai dengan 2014 menurut laporan dari WWF, dan pola makan dengan produk hewani menjadi salah satu faktor penyebabnya. 

"Ketidakseimbangan ini bukan hanya beresiko membahayakan hewan. Berkurangnya ekosistem alami juga berpengaruh pada ancaman kehidupan manusia di bumi, dimana hewan dan tumbuhan berperan penting dalam mengatur bumi yang kita tinggali melalui suhu, iklim, dan penyerbukan,” ungkap Dian Pitaloka, juru kampanye perlindungan hewan di Act For Farmed Animals, sebuah kampanye yang dilakukan oleh LSM Sinergia Animal dan Animal Friends Jogja. 

Salah satu cara untuk merayakan Hari Keanekaragaman Hayati yaitu dengan berkontribusi melakukan bagian kita untuk bumi agar pulih. 

Ini adalah 6 alasan kenapa mengubah kebiasaan pola makan dan mengurangi konsumsi produk hewani merupakan salah satu kontribusi yang dapat kita semua lakukan.

1.    Mencegah hilangnya habitat 

Berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), 80 persen lahan pertanian di dunia digunakan untuk hewan ternak. Hal ini menyebabkan kerusakan yang signfikan terhadap hutan hujan, yang membahayakan satwa liar yang menjadi salah satu penyebab utama deforestasi di Hutan Amazon di Brazil dan Hutan Cerrado.

 “Indonesia mengimpor kedelai dari Brazil untuk diberi makan ke hewan ternak. Saat kita mengurangi konsumsi produk daging, kita mengurangi permintaan jenis produk tersebut sehingga mengurangi beban lahan yang dipakai. Produksi sayur-sayuran untuk konsumsi manusia membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit,” jelas Dian.

2. Tidak ada lagi pemusnahan hewan liar 

Para peternak menganggap hewan liar sebagai ancaman untuk produksi mereka, contohnya bison, kangguru, zebra dan kerbau bersaing dengan hewan ternak untuk merumput, serta ular dan keluarga kucing besar yang memangsa hewan ternak. Alasan ini menyebabkan para peternak sering memburu hewan-hewan tersebut. Jika kita berhenti mengonsumsi daging, para peternak akan lebih berdedikasi untuk mengolah sayuran sedangkan hewan liar dapat hidup dengan bebas. 

3. Dan, tentunya, tidak akan ada lagi hewan liar yang kelaparan 

Untuk menjaga hewan liar jauh dari lahannya, para peternak membangun pagar yang dapat menghalangi rute migrasi jutaan hewan. Jika mereka tidak dapat melanjutkan migrasinya, banyak hewan yang dapat sekarat karena dehidrasi atau kelaparan. Tentunya keadaan tidak harus seperti ini.

4. Polusi air 
Mayoritas air yang dikonsumsi oleh hewan ternak kembali ke alam dalam bentuk pupuk cair, zat yang sarat akan patogen, logam berat, residu obat, hormon, antibiotik. Berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB  (FAO) limbah tersebut menyerap banyak oksigen yang menyebabkan adanya pertumbuhan ganggang berlebih di danau, waduk, atau daerah pesisir. Selain oksigen, ganggang juga menghasilkan toksin yang mengancam spesies lain untuk bertahan hidup. 

5. Mari cegah perubahan iklim 

Hewan ternak berkontribusi sebanyak 14,5 persen sampai 18 persen jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia. Berdasarkan FAO, daging bertanggung jawab terhadap 41 persen emisi dari sektor tersebut, sedangkan produksi susu berkontribusi sebesar 20 persen dalam jumlah emisi yang sama. 

“Tidak dapat dipungkiri bahwa peternakan hewan berperan secara signifikan dalam perubahan iklim dan juga kerusakan lingkungan sebagai dampaknya,” ungkap Dian. 

Tentu saja, konsekuensi tersebut berdampak pada hewan liar, seperti yang terjadi di kebakaran Australia pada September 2019. Bukan hanya itu, perubahan iklim juga berdampak pada rusaknya terumbu karang, yang disebut oleh Unesco sebagai sumber “pembibitan laut” dan “sumber keanekaragaman hayati”. 

6. Mengurangi tekanan biota laut 

Berdasarkan Unesco, jika tidak ada perubahan, di tahun 2100 lebih dari setengah dari spesies biota laut berada dalam ancaman kepunahan, karena adanya penangkapan ikan yang berlebihan, yang diambil terlalu banyak dibandingkan jumlah yang dapat diproduksi. Jika kita meninggalkan ikan dari piring kita, maka tidak ada hewan yang harus mati tercekik kehabisan hanya untuk kita makan, dan jutaan kura-kura, lumba-lumba dan hewan lainya tidak akan tertangkap secara tidak sengaja di jaring ikan yang mematikan. 

Enam alasan tersebut cukup untuk membuktikan bahwa dengan meninggalkan produk hewani atau paling tidak mengurangi konsumsinya–akan mencegah banyak hewan liar tersakiti atau bahkan punah. Ini adalah waktunya untuk kita mengubah pola hidup untuk melindungi keanekaragaman hayati bumi ini. 

Penulis : aura.co.id
Editor: aura.co.id
Berita Terkait