Kesepian dan Depresi di Masa Pandemi Terjadi Pada Siapa Saja, Dari Artis Hingga Orang Biasa

Ria M (Anggota Perempuan Indonesia Satu) | 11 September 2021 | 19:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Merasa kesepian, bahkan stress dan depresi kerap terjadi selama pandemi Covid-19. Perasaan ini pun bisa menghinggapi siapapun tanpa kecuali. Salah satunya aktris Maudy Ayunda yang mengaku merasa kesepian ketika kuliah S2 di Stanford University, Amerika Serikat. Meskipun sekarang dia berhasil lulus dengan baik, Maudy masih teringat kisahnya yang harus menghadapi perkuliahan yang berubah drastis akibat Covid-19.

Dia menceritakan, jelang pandemi, suasana kampusnya sedang dalam masa seru-serunya. Seketika, proses pembelajaran dilakukan secara online tanpa bertatap muka karena situasi saat itu diharuskan untuk lockdown. Maudy pun mengaku ketika itu merasa teramat kesepian dan merupakan waktu yang sangat kebingungan. Kondisi tersebut, lanjut dia, sangat kontras dengan bulan-bulan awal dirinya belajar di Stanford. 

Kisah Maudy pun terjadi secara masif di Tanah Air. Sebuah survei yang dilakukan Into The Light dan Change.org menunjukkan bahwa 98% orang Indonesia merasa kesepian dalam satu bulan terakhir. Yang mengkhawatirkan, dua dari lima partisipan bahkan merasa lebih baik mati dan melukai diri sendiri dalam dua minggu terakhir selama periode survei dilakukan. 

Studi terkait kesehatan mental masyarakat Indonesia tersebut dilakukan pada periode Mei hingga Juni 2021. Riset ini melibatkan 5.211 responden dari enam provinsi di Pulau Jawa. Tak hanya itu. Survei tersebut mengungkapkan bahwa lebih banyak partisipan survei meyakini anggota keluarga dan teman dekat berjenis kelamin sama sebagai sosok yang lebih membantu dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dibandingkan dengan tenaga kesehatan jiwa profesional.

Menurut Andrian Liem, peneliti pascadoktoral University of Macau, keyakinan tersebut menunjukkan bahwa partisipan membutuhkan dukungan sosial. Akan tetapi, lanjut dia, perlu diingat bahwa tenaga kesehatan jiwa profesional lebih memiliki keahlian dalam menangani kesehatan mental dan dapat menjaga rahasia klien yang berkonsultasi.

Fenomena tersebut pun selaras dengan hasil survei yang menemukan bahwa hampir 70% dari total partisipan mengaku tidak pernah mengakses layanan kesehatan mental dalam tiga tahun terakhir. Alasan yang dominan adalah biaya layanan kesehatan mental dianggap tidak terjangkau.

Padahal, biaya konsultasi untuk kesehatan jiwa bagi pemilik kartu BPJS dapat ditanggung dengan gratis. Namun, sebanyak 7 dari 10 partisipan tidak mengetahui informasi ini. Hasil temuan lain ialah hampir 70% partisipan yang pernah mengakses layanan kesehatan mental berkonsultasi secara daring.

Mengatasi kesepian

Menurut psikolog Danti Wulan Manunggal, kesepian adalah sebuah keadaan di mana seseorang merasa hampa, sendirian, bahkan juga mungkin tak diinginkan. Perasaan tersebut semakin marak menjangkiti masyarakat di masa pandemi, yang salah satunya juga dipicu oleh pembatasan-pembatasan dalam bersosialisasi. 

Danti mengatakan bahwa perasaan kesepian bisa menimpa semua orang dengan berbagai karakter, baik itu introvert maupun ekstrovert. Gubler dan Schlegel adalah psikolog pertama yang menguji cara kepribadian, baik introvert maupun ekstrovert, dalam menghadapi pandemi. 

Pada akhir Maret hingga awal April 2020, mereka menguji 466 responden dalam sebuah survei online yang mengukur cara kepribadian dalam menyikapi pandemi. Analisis dari studi tersebut pun kemudian diterbitkan di akhir tahun 2020. Hasil studi menyebutkan, baik ekstrovert dan introvert hampir tak memiliki perbedaan dalam mengalami kesepian, kecemasan dan depresi akibat dari pandemi.

Lebih jauh menurut Danti Wulan, stres bisa beranjak dari mana saja, termasuk kesepian dan rasa bosan. Stres yang tak dikelola dengan baik pun dapat berdampak buruk, salah satunya menurunkan imunitas tubuh.

Menurut dia, kita harus mengenali sumber stres kemudian menyadari bahwa kita semua harus beradaptasi dalam kondisi normal baru yang ada. Mengubah pola pikir negatif dan membiasakan pola pikir positif. 

Hal-hal seperti mengurangi penggunaan media sosial agar tak memicu kecemasan, melakukan hobi yang disukai agar kesepian dan kebosanan teralihkan, juga memperbanyak aktivitas fisik seperti olahraga teratur. 

Selain itu, mengambil kursus daring untuk pengembangan diri juga bisa membantu. Tak hanya menambah ilmu, jejaring dan pertemanan pun bisa bertambah luas.

Hal senada diungkapkan Psikolog Klinis Dewasa, Yulius Steven, M.Psi. Menurut dia, di masa pandemi ini yang paling penting adalah keterhubungan dengan orang lain. Tanpa interaksi ini, dampaknya bisa merasa kesepian, stres, cemas, dan depresi. Bahkan, ada pula yang mencoba bunuh diri.

Selain itu, Yulius menyarankan agar tetap aktif untuk mencegah berbagai hal seperti overthinking, kecemasan dan lain-lain. Menghindari hoaks pun penting menurut dia.

Hoaks ini, lanjut Yulius, bisa memunculkan konflik lewat perdebatan yang menghasilkan kerenggangan hubungan. Tentunya ini tidak dibutuhkan di masa pandemi ini karena yang dibutuhkan justru rasa keterhubungan.

Penulis : Ria M (Anggota Perempuan Indonesia Satu)
Editor: Ria M (Anggota Perempuan Indonesia Satu)
Berita Terkait